Berdasarkan Pedoman BNSP 210, Skema Sertifikasi merupakan Paket kompetensi dan persyaratan spesifik yang berkaitan dengan kategori jabatan atau keterampilan tertentu dari seseorang.
Dalam penyusunannya, mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) dan/atau Standar Kompetensi Kerja Internasional (SKKI) yang masih berlaku.
Pengembangan Skema Sertifikasi dan Penamaannya
Pengembangan skema merupakan suatu proses yang terdiri dari proses perumusan, validasi dan penetapan, verifikasi, dan kaji ulang skema sertifikasi.
Inisiasi usulan pengembangan skema dapat berasal dari:
- Instansi teknis;
- Perusahaan / industri/organisasi tertentu ;
- Lembaga Pendidikan dan Pelatihan;
- Masyarakat industri karena adanya persyaratan dari pihak pembeli;
- Asosiasi industri.
- Asosiasi profesi.
Skema sertifikasi diklasifikasikan secara sama sebagai skema KKNI, skema okupasi nasional, atau skema klaster.
Penamaan skema KKNI mengacu kepada penamaan jenjang kualifikasi KKNI yang ditetapkan dalam Standar Kompetensi Kerja, dan atau penamaan jenjang kualifikasi yang ditetapkan. Hal ini dilakukan oleh instansi teknis dan /atau oleh BNSP melalui mekanisme Komite Skema Sertifikasi BNSP.
Sedangkan untuk penamaan skema okupasi/jabatan nasional mengacu kepada penamaan dan atau sebutan yang tercantum dalam SKKNI. Atau penamaan jabatan nasional yang ditetapkan oleh instansi teknis dan/ atau oleh BNSP melalui mekanisme Komite Skema Sertifikasi BNSP.
Selanjutnya, penamaan skema klaster. Dalam hal ini, skema klaster tidak boleh sama dengan nama skema KKNI atau skema okupasi nasional. Penamaan pada skema klaster harus mencerminkan penamaan tugas yang sesuai dengan sejumlah unit kompetensi yang diujikan. Atau berupa okupasi khusus dari suatu industri tertentu dan hanya digunakan di industri yang mengusulkan.
Personil Yang Terlibat Dalam Pengembangan Skema Sertifikasi
LSP harus membentuk komite skema yang terdiri dari para pakar dibidangnya dan pemangku kepentingan yang saling tidak mendominasi. Apabila diperlukan, komite skema dapat menunjuk tim perumus yang terdiri dari para pakar dibidangnya.
Berikut tugas dan tanggung jawab dari komite skema dan tim perumus.
Tugas dan tanggung jawab komite skema diantaranya:
- Memastikan dukungan dan partisipasi para pemangku kepentingan terkait.
- Mengembangkan skema KKNI, okupasi nasional maupun klaster tertentu sesuai permintaan.
- Memastikan ketelusuran skema terhadap standar kompetensi kerja.
- Menetapkan lingkup skema, sesuai KKNI, okupasi nasional atau klaster tertentu.
- Menetapkan persyaratan dasar sertifikasi sesuai dengan kategori dan jenis skema.
- Memastikan proses pengembangan skema telah mengikuti pedoman BNSP.
- Memelihara dan memastikan skema sesuai perkembangan terkini.
- Mengidentifikasi dan menetapkan keputusan atas masalah-masalah tuntutan yang mungkin terjadi.
Selanjutnya Tugas dan tanggung jawab tim perumus diantaranya adalah:
- Mengidentifikasi kategori dan jenis kualifikasi/okupasi nasional/klaster yang dibutuhkan dunia kerja.
- Mengidentifikasi jenis standar kompetesi kerja yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja.
- Mengidentifikasi jenis jabatan yang akan dituangkan dalam skema sertifikasi.
- Merumuskan persyaratan kompetensi sesuai dengan jenis skema yang akan disusun.
- Menuangkan dan menyusun konsep skema kedalam format skema yang ada.
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) harus memastikan tersedianya skema sertifikasi untuk setiap kategori sertifikasi kompetensi profesi. Skema yang menjadi ruang lingkup LSP harus sesuai dengan kategori LSP.
Informasi lebih lanjut mengenai Pendirian LPK, LA-LPK, dan Pendirian LSP, rekan-rekan bisa menghubungi kami di:
Pingback: Apa Saja Syarat Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) - MPS Training